Menjadi pria adalah sebuah takdir, tetapi menjadi pria sejati adalah sebuah pilihan. Sejati dalam tindakan dan pikiran sehingga seorang pria bisa menjadi pemimpin, kepala rumah tangga dan seorang yang bertanggung jawab. Namun, kenyataanya masih banyak pria yang cenderung lari dari tanggung jawab, jarang mendengar, egois, merasa paling berkuasa dan menyerahkan segalanya kepada istri.
Fenomena ini seringkali ditemukan dan sepertinya sudah menjadi masalah sosial klasik yang lama, terutama bagi mereka yang tinggal di perkotaan. Kesibukan pekerjaan dan pola pikir adalah sebagian penyebab mengapa pria tidak sejati. Akibatnya adalah ketidakharmonisan hubungan suami istri dan bukan tidak mungkin anak akan menjadi korbannya.
Hal lainnya adalah tentang kebiasaan dan gaya hidup sebagian pria yang terbilang “menyimpang”. Misalnya berambut panjang atau memakai anting-gelang–kalung. Mereka juga banyak yang menjadi seorang pria ”macho” dengan tindakannya yang tidak bertanggung jawab atau menjadi pria penganut seks “bebas”.
Dengan begitu, pria akan mengalami krisis identitas atau tidak lagi menjadi figur utama dalam sebuah keluarga.
Menurut Ben Kinchlow dalam bukunya Edwin Cole yang berjudul “Kesempurnaan Seorang Pria”, dalam banyak kasus, pria menjadi orang yang “bebas”. Atau dia sudah diajarkan dengan prinsip-prinsip feminisme, yang menghalangi posisinya sebagai pria.
Pada waktu yang sama, kaum wanita banyak pula yang mengenakan pakaian mini, rambut dipotong pendek, dan mengenakan celana panjang serta baju-baju pria, bahkan mengenakan dasi. Di dalam usaha untuk “menegaskan” pribadi mereka yang sesungguhnya” atau “menghukum penindas mereka”, banyak wanita membiarkan kemarahan mereka yang selama ini dipendam atau kebencian pribadi meledak dalam bentuk kekerasan terhadap kaum pria yang mereka anggap penyebab kesalahan.
Kaum pria dan wanita yang tidak mengerti betul siapa diri atau peran mereka sebenarnya menjadi bingung dan gelisah. Sehingga menimbulkan dampak psikologi baru, yang oleh Edwin Cole disebut “kacau-balau”. Kaum pria sering tidak membuat keputusan dengan jelas atau membuat komitmen dengan jelas dan tegas. Akhirnya kaum pria, wanita dan anak menjadi marah dan frustasi.
Pria dalam Keluarga
Sosok dan peran pria akan terlihat ketika seseorang sudah menjadi kepala keluarga. Dalam tahap ini, pria terkadang harus merubah beberapa sikap dan pendapatnya. Satu di antaranya adalah sikap saling menghormati dan menghargai antara suami dan istri. Dengan begitu, hubungan suami-istri akan memiliki nilai yang dihargai oleh kedua belah pihak.
Walaupun pria ditakdirkan sebagai seorang pemimpin, terutama dalam keluarga, seorang pria tidak serta merta memiliki kekuasaan yang absolut dan bersifat otoriter. Di balik semua itu, istri pun sebenarnya memiliki kekuatan yang sama dalam mengurus keluarga. Istri bukanlah “budak” untuk memenuhi segala kebutuhan suami dan keluarga.
Terkadang, seorang pria bertindak semaunya terhadap istri dan anak-anaknya. Pria merasa menjadi pemimpin lalu bersikap egois dan tidak bertanggung jawab. Bahkan ada pria yang mengorbankan istrinya untuk mendapatkan perhatian orang lain. Atau melemparkan kesalahan kepada orang lain dalam usaha mencari pembenaran. Baik dalam pandangan diri sendiri maupun orang lain.
Coba saja lihat betapa banyaknya ibu yang harus bertanggung jawab terhadap urusan rumah tangga dan anaknya, jumlah guru yang kebanyakan adalah wanita, atau para pekerja yang ada di bioskop- toko makanan-department store-restoran- kedai kopi. Hampir semuanya dikerjakan oleh wanita, lalu bagaimana dengan peran pria? Padahal katanya pria adalah yang harus bertanggung jawab dan menjadi pemimpin.
Ada banyak hal yang harus dipelajari atau dipahami tentang bagaimana menjadi seorang pria sejati. Beberapa di antaranya adalah mengenai tanggung jawab, kepemimpinan, kejahatan, perubahan, keberanian, kebenaran, kesediaan mendengar dan banyak lagi.
Banyak pria yang mampu merubah lingkungan atau tempat kerjanya, tetapi sedikit yang bisa merubah dirinya sendiri.
Penulis sendiri baru memahami setelah mengikuti camp Pria Sejati di Puncak beberapa waktu lalu. Ternyata masih banyak yang harus direnungi dan dimengerti bagaimana mengejar kesempurnaan menjadi seorang pria sejati. (Novry Simanjuntak, www.novry.com)
18.7.07
Sebuah Pengantar Menjadi Pria Sejati
Diposting oleh
PRIA
di
22.19
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar